Beranda | Artikel
Syiah dan Golongan Batiniyah, Pencetus Budaya Pengagungan Kubur
Kamis, 23 Februari 2023

Pengagungan kuburan dan komplek makam sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat, bahkan menjadi bagian praktek keagamaan mereka yang tak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Di antaranya, dengan membuatkan bangunan makam dan memperindahnya, menjadikannya sebagai tempat shalat, mengkhatamkan baca al-Qur`ân di sampingnya dan memanjatkan doa kepada penghuni kubur (bukan kepada Allâh سبحانه وتعالى ).

Menilik sejarah generasi Salaf, pantas dikatakan bahwa praktek-praktek ibadah di atas masuk dalam kategori bid’ah, satu perbuatan dalam beragama yang tidak pernah diperbuat oleh Rasûlullâh  ﷺ dan generasi terbaik umat Islam.

“Semua itu adalah perkara baru, belum pernah tersebar (dikenal) kecuali pasca tiga generasi paling utama (generasi Sahabat, Tâbi’in dan Tâbi’it Tâbi’in)”1 .

Pada tiga generasi pertama ini, tidak ditemukan petunjuk dan pembicaraan satu pun terkait pengagungan terhadap kubur sebagaimana disaksikan sekarang.2 Dahulu, tidak ada yang mengatakan, berdoa di kuburan wali Fulan akan dikabulkan, pergilah ke kuburan Fulan agar Allâh k memudahkan urusanmu, atau mengadakan perjalanan khusus ke kubur yang sering dikenal dengan wisata reliji. Bahkan dahulu tidak ada istilah safar syaddul rihâl (menempuuh perjalanan jauh) yang bertujuan menziarahi kubur Nabi  ﷺ . Ini termasuk istilah asing yang belum dikenal sebelumnya. Justru dipandang sebagai tindakan berlebihan. Sebab yang tepat dan masyru ialah berziarah (mengunjungi) Masjid Nabawi. Kitab-kitab Ulama terdahulu pun tidak ada ya membahas tema khusus berjudul Ziyâratu Qabrin Nabiyyi (ziarah kubur Nabi  ﷺ )3 .

Fenomena tersebut baru mulai muncul dan menyebar pada abad keempat, setelah berlalunya tiga generasi pertama umat yang dipuji oleh Rasûlullâh  ﷺ . Pada awalnya, berkembang pada sekte Syiah (Rafi dhah) semata. Selanjutnya, ketika sekte ini berhasil membangun negara-negara kecil berasaskan Syiah dan Batiniyah, seperti rejim ‘Ubaidiyah, Qarâmithah, dan Ismâ’iliyah, penyebaran tradisi pengagungan kuburan kian meluas.

Penyebarannya kian bertambah manakala tarekat-tarekat Sufi yah ikut mengadopsi tradisi Syiah (baca: bukan Ahlus Sunnah) ini. Hampir seluruh negeri kaum Muslimin terkena dampak buruknya. Akibatnya, masyarakat merasa asing dengan petunjuk-petunjuk Nabi dan orang-orang yang komitmen dengannya.

Di negeri ini, masyarakat diajak untuk mengagungkan kuburan, dengan berbagai dalih seperti penghormatan tokoh dan mengenang jasa-jasa baiknya melalui acara Haul yang diadakan secara besar-besaran. Wisata-wisata reliji dengan tujuan makam-makam orang-orang yang dianggap sebagai wali tetap kebanjiran peminat. Bahkan sebagian orang memang berniat untuk mengunjungi kuburan-kuburan dengan menumpuk harapan mendapatkan solusi hidup, kemudahan rejeki, kedatangan jodoh dan lainnya. Wallâhul musta’ân.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله mengatakan, “Aku tidak mengenal (adanya riwayat) dari seorang Sahabat Nabi, generasi Tabi’in maupun seorang imam terkenal yang memandang disunnahkannya mendatangi kuburan untuk berdoa (kepada penghuni kubur, red). Tidak ada seorang pun meriwayatkan sesuatu tentang itu, baik (riwayat) dari Nabi, Sahabat maupun dari seorang imam yang terkenal”.

Beliau رحمه الله menambahkan, “Kemunculan dan penyebarannya ketika pemerintahan Bani ‘Abbâsiyah melemah, umat saling berpecah-belah, banyak orang zindiq yang mampu memperdaya umat Islam, slogan ahli bid’ah menyebar. Yaitu, pada masa pemerintahkan al-Muqtadir di penghujung tahun 300an. Pada masa itu, telah muncul Qarâmithah ‘Ubaidiyah di Maroko. Kemudian mereka menginjakkan kaki ke negeri Mesir…”.

Mereka membangun kompleks pemakaman ‘Ali di Najef, padahal sebelumnya, tidak ada seorang pun yang mengatakan kubur Sahabat ‘Ali رضي الله عنه berada di sana. Sebab ‘Ali dikuburkan di lingkungan istana di kota Kufah. Tujuan mereka ialah mengobrak-abrik ajaran Islam yang berasaskan tauhîdullâh. Selanjutnya, mereka memalsukan banyak hadits perihal keutamaan menziarahi pemakaman, berdoa dan shalat di sana. Orang-orang zindiq ini dan para pengikutnya lebih menghormati dan mengagungkan tempat-tempat pemakaman, daripada masjid-masjid. 4

Imam adz-Dzahabi رحمه الله berkata, “Orang yang pertama kali menyusupkan bid’ah pengagungan kuburan ialah rejim Ubaidiyah di Mesir, Qarâmithah dan Syiah (yang jelas bukan termasuk Ahlus Sunnah, red)”. 5

 

KESIMPULAN

Budaya pengagungan kubur secara berlebihan sampai meminta pengharapan kepada penghuninya berasal dari golongan Syiah yang sering memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Adalah salah, bila seorang Muslim melakukan pengagungan seperti yang telah dipaparkan di atas. Rasûlullâh Muhammad  ﷺ telah menetapkan apa saja yang dilakukan ketika berziarah ke kubur, yaitu mengucapkan salam, melepas alas kaki, mendoakan penghuni kubur, selain bertujuan untuk mengingatkan akhirat kepada kita. Wallâhu a’lam.

Footnote:

1 Dirâsâtun fi l Ahwâ wal Furûqi wal Bida’i wa Mauqifi s Salafi minhâ, DR. Nâshir al-‘Aql hlm. 274

2 Silahkan lihat Iqtidhâ Shirâthil Mustaqîm 2/728

3 Silahkan lihat Âdâb wa Ahkâm Ziyâratil Madînah al-Munawwarah, DR. Shâleh as-Sadlân,

4 Lihat al-Fatâwâ 27/167,168

5 Siyar A’lâmin Nubâlâ 10/16

Majalah As-Sunnah EDISI 03/THN XV/SYABAN 1432H/JULI 2011M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/firaq/syiah-golongan-batiniyah-pencetus-budaya-pengagungan-kubur/